Hitam Putih Itulah atribut Honorer yang mengabdi untuk Negara. Ada satu harapan yang mendasari keputusan mereka untuk menjadi sukarelawan tersebut, yakni harapan agar diangkat sebagai pegawai Honorer Daerah.
Di mana dalam pandangan mereka ketika seorang sudah berstatus sebagai pegawai honorer, itu artinya langkah untuk menjadi PNS jadi lebih mudah.dibandingkan dengan mengikuti seleksi CPNS melalui jalur umum. Keyakinan itu makin diperkuat dengan isu-isu yang beredar di medsos yang mengatakan bahwa dalam waktu tidak lama akan segera diangkat menjadi PNS.
Untuk sekadar dimaklumi, status sebagai pegawai honorer memiliki gengsi tersendiri di mata masyarakat di daerah sendiri. Meskipun dengan status Pegawai Honorer,
Mau tau berapa gaji saya terima per-bulabnya ? TIGA RATUS RIBU RUPIAH, angka yang menuntut kita harus sabar melihat slip gaji perbulannya, dengan dua perasaan ambigu , antara bersyukur dan miris karena bingung bagaimana mengatur agar cukup sementara uangnya cukup untuk transportasi hari-hari ke kantor, walaupun dibayar di bawah gaji buruh, kerja keras yang dibayar tak sepadan.
Memang menyakitkan, namum semua itu terbayar lunas, setiap kali tanggung jawab yang diberikan bisa terselesaikan dengan baik, bangga bisa bertemu orang-orang hebat dengan aneka karakter dan pengalaman, bisa berbagi ilmu pengetahuan dan bertambah pula pengalaman saya peroleh rasanya senang sekali. Itulah salah satu alasan penyemangat hari hariku.
Kembali ke masalah keinginan orang menjadi pegawai, tak heran jika sarjana berbondong-bondong masuk menjadi pegawai honorer, Gimana enggak, disaat sebagian besar anak-anak negeri bergelut dengan nasib mencari pekerjaan, sementara penghasilan PNS saat ini sudah lumayan tinggi, belum termasuk tunjangan-tunjangan perbulan ditambah uang makan, uang perjalanan, guru sertifikasi dobel gaji, non sertifikasi dapat tunjangan sertifikasi, siapa sih yang nggak tergiur. Jujur, saya termasuk orang yang menginginkan hal itu.
Terjebak dengan Hitam Putih hal seperti ini mungkin dirasakan banyak tenaga honorer yang lain, bahkan banyak yang honorer puluhan tahun belum terangkat, gaji yang hanya ratusan ribu itu saja cukup menjadi beban pikiran, belum lagi sebagai tenaga honorer juga membuat berhadangan kemungkinan dipecat setiap saat, bisa karena tidak cocok dengan kebijakan atasan, karena performa yang dinilai kurang, atau biasa saja kehadiran dinilai tidak lagi dibutuhkan.
Terkadang pertanyaan muncul dalam hati merasa, apakah selama 8 tahun saya menjadi tenaga honorer adalah waktu yang terbuang sia-sia, kalau memang target akhirnya adalah diangkat menjadi PNS ( Pegawai Negeri Sipil ), maka hal itu kapan ?
Menunggu ketidakpastian, entahlah pegawai sekadar pengangguran berseragam Hitam Putih, niat untuk mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai Pegawain Honorer tidak pernah kesampaian.
Untuk mengundurkan diri saja sebuah perjuangan berat, keputusan terberat, harus menghadapi orang-orang yang dicintai, yakni suami, dan orangtua, mertua, sahabat, dan rekan-rekan, yang ramai-ramai menentang keinginan saya, setelah memikirkan sudah berapa banyak waktu yang terbuang, banyak suka duka yang di lewati, betapa susahnya mencari lowongan kerja sekarang, dan akhirnya membuat saya luluh juga dengan keputusanku .
Singkat cerita, gimana enggak banyak S-I, S-2 menjadi Pengacara ( Pengangguran Banyak Acara ) hehehehe, saya malah kepikiran ingin mengundurkan diri ( maaf mungkin terkesan sombong ) membuang pekerjaan, meninggalkan Atribut HITAM PUTIH yang sudah melekat Tenaga Honorer. Penghasilan berapapun harus disyukuri, tapi jika berpikir realistis, gaji yang didapat Menjadi Tenaga Honorer sangat tidak sebanding dengan pengeluaran kami setiap bulanya.
Kalau hanya mengandalkan gaji honorer tak akan cukup untuk makan sehari-hari, beruntunng saya satu kantor sama suami saya, jadi ngebeng ke kantor, banyak tenaga honorer yang tempat tinggalnya jauh dari tempat kerjaannya, mengeluarkan uang Lima Puluh Ribu Perharinya untuk sewa mobil, sementara Gaji Tiga Ratus Ribu perbulan menuntut berangkat pagi pulang sore, jarak 30 kilometer terlewati.
Pohon-pohon menjadi saksi, hari demi hari, bulan ke bulan hingga tahun berganti tahun dan tidak dirasa sudah 10 tahun mengabdi dan belum juga ada kejelasan kapan akan diangkat jadi PNS, berapa tahun lagi akan mengabdi ?
Itulah yang dirasakan sahabat Honorer seperjuanganku yang mengabdi menjadi Tenaga Honorer tugasnya mencerdaskan anak bangsa disalah satu SMP di Kecamatan Bengo, banyak permsalahan terkait Tenaga Honorer. Tugasnya mengabdi Negara, tapi hidup mereka pontang panting, harapan kami Tenaga Honorer mendapatkan penghasilan yang layak atau minimal sejuta lima ratus perbulan, jaminan kesehatan, untuk THR ( tunjangan hari Raya ) saja kami belum mendapatkan.
Sementara gaji PNS sangat besar, kalau dibandingkan dengan PNS dengan kami (Tenaga honorer), bagai langit dan bumi. Kami hanya meminta komitmennya untuk menyejahterakan Tenaga Honorer .
“Itu mungkin harapan semua para tenaga honorer, khususnya yang sudah K2. Kami benar-benar meminta agar pemerintah membuka peluang dan mewujudkan impian kami menjadi PNS dengan jalur khusus atau pengangkatan bukan melalui tes umum.
Karena sangat banyak tenaga Honorer yang sudah mengabdikan dirinya puluhan tahun, bahkan ada yang sampai 20 tahun belum mendapatkan kejelasan soal statusnya menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Dalam situasi tersebut saya merasa terjebak seperti berada di dua kutub yang berbeda, disatu sisi, saya dituntut masuk kantor setiap hari, sedangkan di sisi lain, sebagai istri dan ibu yang notabene memiliki kewajiban untuk mengurus keluarga dan membantu suami memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi sayangnya pendapatan dari pekerjaan sebagai tenaga Honorer yang tidak bisa mereka Nikmati, gaji tiga ratus ribu per-bulan, cukup nggak cukup, dicukup-cukupin saja. Bukan maksud saya meremehkan nilai uang lho.
Sekali lagi, dalam hal ini , mungkin saya termasuk orang yang berpikiran pragmatis, di mana saya beranggapan bahwa sarjana- sarjana muda saat ini menjadi Tenaga Honorer bukanlah pilihan yang tepat jika ingin meningkatkan ekonomi, karena sepanjang pengalaman saya menjadi tenaga Honorer saya menjadi orang setengah-setengah dalam menjalankan berbagai rencana target hidup saya. Sementara waktu terus menggerus usia, hanya dalam beberapa tahun ke depan berada dalam fase usia produktif menuju menopause, itupun kalau diberi umur yang panjang.
Bertahun sudah saya lewati, atribut hitam putih sudah melekat pada diri saya, kalaupun saya nantinya terangkat menjadi PNS itu menjadi harapan terbesar saya, atau mungkin atribut hitam putih akan terus melekat sampai beberapa tahun yang akan datang, sampai di mana keikhlasanku bisa bertahan memberikan sumbangsih bagi Negara dengan menjadi abdi Negara.
Karena sebuah kegilaan menurut saya untuk mengundurkan diri, membuang pekerjaan, sudah banyak waktu yang terbuang dan sayapun sadar kalau saya terjebak “Hitam Putih” terdampar di sebuah instansi pemerintahan dengan status Tenaga Honorer dan bertemu dengan orang-orang Hebat . “Thank you for all that you have given to me, hopefully all of these are useful for all of us.”
Oleh : Nirwana Falah